Cari Blog Ini

Jumat, 13 Oktober 2017

[Resensi] Kisah-kisah dari Dunia Remaja


Oleh : Gita Fetty Utami

Judul Buku                        : Menghimpun Butir Waktu dan Sehimpun Cerita Lainnya
Penulis                               : Pangerang P. Muda
Penerbit                             : LovRinz Publishing
ISBN                                   : 978-602-6652-26-3
Cetakan                             : I. Mei 2017
Tebal                                  : vi + 248 halaman

Dunia remaja ibarat saatnya peralihan musim, atau lazim disebut pancaroba. Karena di masa ini para remaja mengalami transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Namanya pancaroba, banyak gejolak yang terjadi; mulai dari pubertas, pencarian sosok idola, pemahaman akan identitas diri sendiri dalam menghadapi lingkungan, hingga penyaluran energi nan melimpah. Sungguh kompleks.

Di dalam buku berkaver hijau toska ini, sang penulis yang merupakan sosok senior dalam dunia literasi Indonesia, menghimpun cerita-cerita pendek khas remaja. Berisi delapan belas cerpen yang kesemuanya pernah diterbitkan di sebuah majalah remaja. Kita akan hanyut dalam setiap kisah, dikarenakan gaya penuturannya yang renyah, mengasyikkan, dan segar. Buku ini bukan hanya ditujukan untuk pembaca remaja, tapi juga mereka yang ingin mengenang kembali masa remajanya.

Apa jadinya jika sepasang saudara perempuan menyukai laki-laki yang sama? Biasanya salah satu akan mengalah. Seperti dalam cerita 'Selamat Datang Cinta', Ena jatuh suka pada kekasih kakaknya, Ela. Bagi siswi SMA tersebut, sosok cowok tersebut amat memukau dan menawan hati. Bahkan Ela pun mengakui hal tersebut dan ingin serius dengan pacar barunya itu. Padahal selama ini di kampusnya Ela terkenal sebagai tukang pelonco cowok (hal. 8). Namun ternyata cowok yang satu ini membawa kejutan bagi Ena dan Ela.

Persahabatan memang indah. Rasanya menyenangkan berbagi cerita sehari-hari dengan teman satu geng. Hal itulah yang melingkupi enam sekawan: Elita, Ismi, Asti, Syesil, Vivi, dan Hindun. Masalah muncul ketika Elita ditaksir lima cowok teman sekolah mereka. Elita merasa terganggu dengan segala perhatian berlebih tersebut, karena ia berprinsip hubungan asmara akan mengganggu kekompakan persahabatan. Maka dengan dibantu lima sahabatnya, Elita membuat permainan demi menolak pernyataan cinta dari para pengagumnya. Kisah penuh humor ini bisa dibaca pada 'Teka-Teki Cinta Elita' (hal. 66).

Kehidupan ini adakalanya menyimpan misteri yang bisa menimpa siapa saja, termasuk remaja. Pembaca bisa membaca kebingungan yang dialami Rijal, saat ia sedang berlibur di Donggala, tanah kelahirannya. Ia ditemui oleh seorang gadis asing yang mencari dirinya. Di sisi lain sahabat karib yang amat ingin ditemuinya ternyata telah meninggal dunia. Kenyataan tersebut amat memilukan hati Rijal. Dan di saat gadis asing tersebut kembali menemuinya, Rijal terhenyak oleh suatu kebenaran yang semakin membawa pada kesedihan (Tembang Lara Tanah Kelahiran, hal. 98).

Penulis juga menyisipkan pesan moral mengenai usaha pelestarian satwa langka, di dalam cerpen yang berjudul 'Anak Rusa Berbulu Emas'. Tokoh aku diajak oleh pamannya untuk berburu di hutan. Didorong oleh rasa tidak enak menolak ajakan sang Paman serta keinginan pamer pada pacarnya, membuat si aku memenuhi keinginan tersebut. Di dalam hutan belantara si aku dilepas berburu sendiri oleh sang Paman. Di tempat itu ia mengalami kejadian ganjil. "Tubuhku kurasa mendadak kaku. Mataku terus bersitatap dengan redup matanya. Saat berikutnya, aku kira masih dalam pengaruh takjubku sehingga aku kehilangan kewaspadaan, sehingga lalai memperhitungkan serangannya. Entahlah, apakah ia memang bermaksud menyerang: tubuhnya melesat ke arahku, sampai aku dibuat terpelanting oleh hantaman gerak tubuhnya. Aku terlempar dan merasa segera akan pingsan" (hal. 115).

Cinta dalam dunia remaja pun tak lepas dari bingkai keluarga. Syafa semenjak kecil sama sekali tak tahu riwayat orang tuanya. Itu karena neneknya selalu menutupi hal yang sebenarnya. Suatu hari ia melihat seorang pria paruh baya, membangun gubuk yang ia sebut istana di atas bukit yang agak menjorok ke pantai. Karena penasaran gadis remaja SMP itu pun mendekat lalu berkenalan dengan pria yang ternyata seorang pelukis. Betapa heran Syafa, karena pria tersebut mengetahui mamanya yang telah meninggal. Apalagi sikap keras Nenek saat melarang Syafa menemui pria tersebut, memantik rasa penasarannya. Siapakah pria bernama Om Bas itu? (Istana di Atas Bukit, hal. 148).

Hati seorang gadis remaja terkadang labil, menyikapi rumitnya hubungan kekeluargaan. Wiwit kini tinggal berdua dengan adik dan ibu tirinya, setelah kematian sang Papa. Mama kandungnya sendiri meninggal saat ia masih kecil. Prasangka buruk yang telah dikedepankan Wiwit sejak kali pertama Papa menikahi Ibu sebagai pengganti Mama, menyulitkan dirinya sendiri. Sehingga ia abai terhadap kasih sayang ibu tirinya itu. Ditambah kehadiran seorang mahasiswa baik hati dan penuh perhatian, malah memperkeruh sikap Wiwit terhadap Ibu. Benarkah Ibu akan melukai Wiwit? (Purnama Malam Ini, hal. 176).

Selain cerita-cerita di atas, masih banyak kisah lain yang tak kalah menariknya. Misalkan: Sandiwara di Hari Kamis, Misteri Cowok Berkumis, Tembang Padang Tulip, Wajah yang Hilang, Bunga-bunga Ayela, Menghimpun Butir Waktu, dan lain-lain. Kesemua kisah dituliskan secara runut, dan selalu menyimpan kejutan. Meskipun masih dijumpai beberapa salah ketik, namun tidak mengurangi kenikmatan membacanya. Buku ini layak dikoleksi kalangan penyuka cerita.(*)

Cilacap, 23 Juli 2017

(Terbit di Harian Satelit Post edisi Minggu, 13 Agustus 2017

2 komentar:

  1. Terima kasih reviewnya, Mbak. Terima kasih pula telah menemukan beberapa pengetikan yang keliru dalam buku ini. Lain kali berusaha lebih teliti.

    BalasHapus
  2. Sama-sama, Pak 😊
    Yang jelas buku ini membuat perasaan saya muda kembali bak remaja belasan tahun.

    BalasHapus