Cari Blog Ini

Kamis, 12 Oktober 2017

[Resensi] Memutus Warisan Keburukan


Oleh: Gita Fetty Utami

Judul          : Menjadi Generasi Pemutus
Penulis       : Neny Suswati, dkk.
Penerbit      : Aura Publishing
Cetakan      : Pertama, Agustus 2016
Halaman     : viii + 205 halaman
ISBN            : 978-602-6238-35-1

"Jadilah generasi pemutus rantai kemalasan, keraguan, dan kelemahan. Agar generasi ke depan lebih baik dari sebelumnya" (halaman 1-2).

Demikianlah premis yang disampaikan oleh Neny Suswati, seorang penulis buku parenting asal Lampung.
Saat seseorang menjadi pemarah, penakut, penyabar, atau penyayang, bisa jadi dipengaruhi oleh pola asuh dari orang tua mereka. Buku ini memuat berbagai kisah nyata dari 29 orang penulis pada sebuah komunitas menulis online. Masing-masing menuangkan pengalaman sebagai anak yang membekas hingga dewasa, kala menerima perlakuan dari orangtua mereka.

Dalam kisah berjudul "Social Phobia" (hal 25), Mas Wib  menarasikan masa lalunya yang banyak mengalami pelecehan fisik dan mental. "Sekali lagi saya tak ingat, kapan menyadari situasi khusus ini, kekerasan fisik dan pencederaan mental yang terus berulang hingga duduk di bangku SMU, menjadikan saya menderita phobia ... social phobia. Tidak mudah untuk bergaul dengan sesama, ada kecemasan dan ketakutan berlebihan setiap kali harus terlibat interaksi atau komunikasi dengan seseorang."

Masalah pelecehan dari teman sekolah juga dialami seorang penulis lain. Dalam kisah Teh Enah "Jangan Jadi Pelari" (hal 36), diceritakan semasa SD dirinya telah terbiasa membantu ayahnya, sang juragan minyak tanah. Ketika hal itu diketahui teman-temannya, dia menjadi bahan olok-olok. Ejekan yang menjurus pelecehan psikis membuatnya ingin keluar dari sekolah. Namun ibunya malah memberi wejangan unik. "Masalah itu dihadapi, bukan dihindari. Jika kamu lari dari masalah, dia akan mengejarmu dengan masalah yang beranak pinak, semakin sulit, mengakar kuat hingga mengambil ketenangan batin. Masalah itu dihadapi, bukan ditinggalkan. Setakut apapun kamu menghadapi masalah, hadapi saja. Jangan lari!"

Ada kalanya cara orangtua memperlakukan anak perempuan bagai menimang porselen mahal. Tanpa sadar orang tua akan mengekang ruang gerak si anak, dengan berbagai alasan.
Perlakuan  ini malah memicu masalah psikologis dalam diri anak tersebut. Simak pada kisah berjudul "Anoreksia" karya Bunda Firdaus (hal 101). "Tubuhku semakin lama semakin kurus. Terakhir berat yang paling rendah adalah 29 kg dengan tinggi sekitar 145 m. Aku diajak ke psikiater. Awalnya aku menolak tetapi melihat ibu yang memohon akhirnya aku mau pergi. Di tempat psikiater, aku disuruh menggambar rumah. Setelah itu, ayah dan ibu berkonsultasi dengan psikiater."

Kekurangan dalam buku ini tentu saja ada. Terutama masalah typo yang terdapat pada beberapa kisah. Namun secara keseluruhan, tidak mengurangi kedalaman makna yang ingin disuguhkan pada pembaca. Buku ini layak Anda miliki.
**
Cilacap, 141016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar