Cari Blog Ini

Jumat, 13 Oktober 2017

[Resensi] Merangkum Kenangan Kisah Supernova


Oleh: Gita Fetty Utami

Judul Buku     : Kepingan Supernova
Penulis           : Dee Lestari
Penerbit         : Bentang
Cetakan         : Pertama, April 2017
Tebal              : viii + 164 hlm
ISBN               : 978-602-291-270-5

"Cinta tidak membebaskan. Konsep itu memang utopis. Cinta itu tirani. Ia membelenggu. Menggiringnya ke lorong panjang pengorbanan" (hal. 35).

Dalam kurun waktu lima belas tahun, Dee Lestari telah menulis enam buah episode serial Supernova. Dimulai dari episode Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh pada 2001. Disusul Akar pada 2002, Petir pada 2004, Partikel pada 2012, Gelombang pada 2014, dan ditutup dengan Intelegensi Embun Pagi pada 2016. Kesemuanya itu tentulah meninggalkan kesan mendalam di hati para pembacanya.  Maka kehadiran buku ini bagaikan mesin waktu. Karena melalui sejumlah kutipan-kutipan kalimat yang dituliskan di dalamnya, pembaca diajak mengingat kembali  jalan cerita di tiap episode.

Di dalam episode awal: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh, ada tokoh Diva yang misterius. Ia digambarkan sebagai karakter yang kontradiktif, cerdas, jelita, namun berjarak dari siapa pun. Semua karakternya tersebut terangkum dalam ucapannya, "Saya percaya setiap manusia dapat mewujudkan surga, neraka, berlaku seperti malaikat, dan menjadi iblis itu sendiri." (Hal. 56).

Pada episode Akar, ada tokoh Bodhi yang dilanda kebingungan akan identitas dirinya. Ia merasa dilahirkan berbeda dengan orang lain. Namun jawaban yang dicarinya melalui tokoh-tokoh lain seperti guru Liong atau Kell selalu membuahkan pertanyaan baru. "Semua pertanyaan dan keingintahuannya datang bersamaan dengan jawaban. Dan, jaraknya cuma setipis kulit bawang." (Hal. 72).

Riset yang mendalam selalu dilakukan Dee. Pembaca akan teringat perkara alam mimpi yang dibahas dari sisi ilmiah dalam episode Gelombang. Tokoh Alfa memiliki kekuatan mimpi, di mana hal tersebut berkaitan erat dengan identitasnya sebagai peretas mimpi. "Kekuatan alam bawah sadar jauh lebih besar daripada yang bisa manusia bayangkan. Mimpi adalah jalan cepat untuk memasuki dan mengenalnya." (Hal. 137).

Kutipan-kutipan kalimat yang puitis sekaligus reflektif, mampu membuat pembaca merenungi makna di sebaliknya. Didukung oleh layout yang cantik di mana terdapat bingkai simbol-simbol dari tiap episode sebagai penanda bab--dalam buku ini disebut sebagai kepingan, mendukung momen bernostalgia.

Sedikit kekurangan pada buku ini adalah adanya typo pada kata 'Hidup' tetapi tertulis 'Bidup' (hal. 55). Selain itu, bagi pembaca yang tidak mengikuti semua episode Supernova tentu akan dibuat bertanya-tanya. Namun sekalipun demikian isi buku ini tetap dapat dinikmati kalangan umum yang mencari referensi kumpulan kutipan puitis. Sebuah karya yang indah dari seorang Dee Lestari. (*)

Cilacap, 020917

(Terbit di Harian Kedaulatan Rakyat edisi Senin, 11 September 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar