Cari Blog Ini

Selasa, 20 Februari 2018

[Cerma] Dobel Gen


(Dimuat di mingguan Minggu Pagi No 45 Th 70 Minggu II Februari 2018)

Jam pelajaran Matematika telah menguras energi  siswa kelas XII-A. Tak heran begitu waktu istirahat tiba, sebagian besar menghambur ke kantin.

"Dis, yuk ke kantin!"

"Maaf, Rin. Lagi gak selera. Aku di sini aja, deh."

"Yowes. Aku tinggal ya? Hati-hati sama Genio!" Setelah berkata begitu, Rini segera ke luar. Di pintu dia  nyaris  bertabrakan dengan seorang cowok cungkring.

"Hati-hati! Jajanku hampir jatuh, nih!" hardik cowok itu.

"Rasain! Awas  kamu macem-macem ama Gendis!" Rini balik membentak.

Namun cowok itu cuma meleletkan lidah. Lalu dia menghempaskan pantat, ke bangkunya di deretan nomor dua dari belakang. Setelah meletakkan bungkusan bakwan dan tahu goreng, cowok bernama Genio ini, mengedarkan matanya. Ternyata hanya dia dan Gendis yang memilih istirahat di kelas. Tapi kali ini dia tak ingin bertengkar. Sebab pagi tadi cewek itu tersenyum selegit namanya, Gendis alias gula.

Kalau dia ingat-ingat lagi, sejarah permusuhan mereka dimulai dari persaingan. Ceritanya tahun lalu, sekolah mereka--SMA Panglima Purwokerto--hendak hajatan ulang tahun emas. Pengurus OSIS diminta merumuskan suatu kegiatan siswa untuk memperingatinya. Gendis saat itu duduk sebagai ketua OSIS. Sedangkan ketua bidang seni dijabat oleh Genio yang memang nyentrik ala seniman.

Bersama jajaran pengurus lain, mereka mengadakan beberapa kali pertemuan, membahas rencana program. Suasana memanas ketika usulan Genio ditolak.

"Maaf Gen, kemarin usulanmu sudah kukonsultasikan. Hasilnya, acara yang kamu usulkan tidak disetujui oleh Dewan Guru."

"Bagaimana bisa?" Genio tak terima dan menggebrak meja.

Geram hati Gendis karena merasa dilecehkan. "Gen, tema peringatan kali ini adalah 'Berguna Bagi Sesama'. Jadi, kalo kita mengadakan pentas seni lengkap dengan konser musik, it doesn't make a sense!"

"Oh ya? Terus yang berguna bagi sesama itu yang gimana, Ketua?" sanggah Genio sinis.

"Kita akan mengadakan baksos, Gen." Kali ini yang menjawab adalah Iqbal, ketua bidang kerohanian.

"Aku mau kita voting!" seru Genio.

Sayang, hasil voting tidak berpihak padanya sehingga mau tak mau Genio dipaksa menerima kekalahan.  Sejak itu dia menyimpan dendam pada Gendis. Setiap ada kesempatan, dia berusaha menjatuhkan nama sang ketua.  Mereka lalu tenar sebagai sepasang kucing dan tikus, dengan julukan 'Dobel Gen'.  Saat kenaikan kelas, siapa nyana  mereka menjadi teman sekelas.

Sepanjang rivalitas tersebut tak pernah mereka bertukar sapa. Apalagi saling melempar senyuman. Jadi wajar jika peristiwa tadi pagi membuat Gen takjub. Sekarang dia asyik mengamati wajah Gendis dari tempatnya duduk. Ternyata cewek yang dianggapnya jutek dan sok paling benar itu  manis juga.

Suara bel  tanda jam istirahat usai membuyarkan renungan Gen. Dikemasnya sisa makanan di meja. Dia tak ambil peduli saat Rini masuk  sambil melotot galak padanya.

Saat berjalan pulang, Gen kembali berjalan nyaris bersisian dengan Gendis. Refleks cowok itu menoleh. Gendis mengangguk sopan lalu tersenyum manis. Saking takjub, Gen memelankan langkah hingga Gendis menjauh di depannya. Ada yang berdesir di dadanya.

**

Esok paginya, Genio berangkat sekolah dengan semangat baru. Aura cerah dan positif memancar dari ujung rambut hingga ujung sepatu. Bapak, Ibu, dan adiknya  pun sampai terpukau.

Saat melihat Gendis keluar dari gang dia menyapa duluan. "Halo, Dis! Pagi ini cerah, ya?"
Gendis terperanjat. "Kamu ngomong sama aku?"

Genio sewot, "Ya, iyalah! Masa aku ngajak ngomong trotoar!"

"Eh, jangan sewot dulu, dong! Habisnya tumben kamu ramah?" Sebenarnya di dalam lubuk hati, dia lega jika Genio kembali ramah. Selama ini Gendis lelah dengan permusuhan mereka.

Sekarang giliran Genio garuk-garuk kepala, bingung. "Yang tumben itu kan, kamu duluan. Kemarin senyam-senyum segala. Padahal biasanya juga manyun!"

"Masa, sih?"

"Males, ah, ngomong ama cewek plin-plan!" Genio mulai gerah.

Gendis buru-buru menarik lengan baju Genio. "Tunggu!"

Genio berkacak pinggang. Beberapa kawan sekolah mereka yang melintas  bersiul menggoda.

Gendis menunjuk matanya. "Kamu lihat? Kemarin aku nggak pake kacamata, kan?"

"Terus?"

"Nah, itu dia. Kemarin, kacamataku diperbaiki. Bagi orang berminus tiga koma sepertiku, dunia tanpa kacamata itu buram! Jadi daripada salah tingkah dan dikira sombong, mending aku senyumin orang-orang yang papasan ama aku. Begitu!"

"Hah? Jadi...."

"Iya! Aku kemarin asal senyum aja. Nggak tahu kalo itu kamu!" tegas Gendis, membuat Genio syok.

Gendis  tertawa lepas melihat ekspresi Genio. "Sudah, ah! Ayo kita baikan. Dan anggap saja senyuman kemarin itu adalah sedekah dariku!"(*)

Cilacap, 120917-270118

Tidak ada komentar:

Posting Komentar