Cari Blog Ini

Kamis, 06 Desember 2018

[Review] Penyimpangan Seks Ibarat Penyakit Menular

Oleh: Gita FU

Judul.         : Pelisaurus dan Cerita Lainnya
Penulis       : Gunawan Tri Atmodjo
Penerbit     : BASABASI
Cetakan.     : Pertama, September 2017
Tebal.          : 200 hlm
ISBN.           : 978-602-6651-32-7


Gunawan Tri Atmodjo penulis buku 'Tuhan Tidak Makan Ikan'--masuk dalam kategori buku prosa terbaik tahun 2016 oleh Kusala Sastra Khatulistiwa dan Majalah Rolling Stone Indonesia--sudah terbukti piawai mengalirkan cerita. Dalam buku kumpulan cerpennya kali ini ia menghadirkan dua puluh dua cerita pendek. Dengan judul yang sedikit kontroversial, ia terang-terangan menjadikan 'ngeloco' atau onani sebagai benang merah di nyaris seluruh cerita. Meskipun demikian, nyatanya Gunawan sama sekali tidak  sedang menulis cerita cabul. Melainkan ia tengah merangkum sejumlah persoalan sosial dalam masyarakat kita.

Dalam cerita berjudul 'Banci Gento', penulis mengungkapkan betapa perilaku gay yang menyimpang itu, serupa penyakit menular. Seseorang yang sebelumnya memiliki orientasi seksual normal, bisa berbelok pada percintaan sesama jenis, jika mendapat pemicu yang terus-menerus. Hal ini terjadi pada tokoh aku dan Ali Gempil. "Ia menjelaskan bahwa ada sisi cinta kepada sejenis di dalam dirinya yang tak bisa dikendalikannya. Ia menguraikan bahwa sejak peristiwa di gedung bioskop di masa remaja dulu, ia menjadi ketagihan. Ia sudah berkali-kali jajan waria sejak STM. Dan, ketika ia menjadi waria dan menjajakan jasa seks, ia merasa dirinya telah lengkap." (Hal. 72).

Gunawan pun tak lupa menyelipkan kritik sosial, perihal  ancaman kapitalisme terhadap keberlangsungan hidup rakyat kecil. Pembangunan toko-toko modern yang mengabaikan hak pedagang tradisional, masif terjadi hingga ke pelosok desa. Hal ini diangkat dalam cerita berjudul 'Siti Semak-semak'. Seorang wanita perkasa, menjadi simbol perlawanan warga kampung Punung terhadap  pengusaha dari kota. "Mereka hendak membangun sejumlah minimarket di daerah kita ini. Para pedagang kecil di kampung tentu saja menolaknya dan Siti Semak-semak menjadi corong suara mereka.

"Di pasar sempat terjadi perkelahian di siang bolong dan banyak saksi mata yang melihat Siti Semak-semak menghajar tiga begundal dari kota itu. Kelakuan Siti Semak-semak  itu sudah seperti pahlawan, setidaknya bagi para pedagang kecil. Sejak itu berita tentang minimarket menguap dari kampung ini." (Hal. 84).

Ada lagi cerita 'Franky Idu' yang  menyinggung maraknya  pornografi pada  generasi muda kita. Penyebabnya sudah bukan rahasia lagi. Yaitu akibat derasnya arus informasi dan hiburan yang tidak dibarengi pengawasan dari orang dewasa, ditunjang oleh besarnya rasa ingin tahu remaja terhadap hal-hal yang dianggap tabu.  Dikisahkan saat Franky duduk di kelas 2 SMP, ia pertama kalinya mengenal film porno dari sang kakak yang duduk di kelas 2 SMA. Sang kakak memiliki geng mesum di kelasnya. Mereka membeli sebuah VCD player portabel dengan jalan patungan. Kemudian VCD player itu dibawa pulang ke rumah masing-masing anggota geng secara bergiliran. Selanjutnya mereka leluasa menonton film, yang disewa dari suatu tempat penyewaan film porno ilegal, di rumah tanpa ketahuan orang tua (hal. 97).

Bagi saya pribadi, setiap usai membaca satu cerita dalam buku ini, terpatri kesan yang mendalam bahwa inilah realitas sosial yang perlu menjadi perhatian bersama-sama. Karena itulah tugas sastra; sarana menyampaikan realitas melalui medium fiksi. Ia tetap membumi dengan tema-tema keseharian. Adapun penggunaan kosakata yang banal maupun vulgar, tidak mengapa asal sesuai konteks. Dalam kerangka itulah buku ini hadir. (*)
Cilacap, 141017-161118

6 komentar:

  1. Woowww... Jadi penasaran sama bukunya Mbak. Relate sama kejadian2 zaman sekarang

    BalasHapus
  2. Aku dari dulu tertarik sama judulnya. Muehehehe

    BalasHapus
  3. Wah ini keren banget pasti awen jadi inget ada buku kumcer basabasi yang belum kubaca. 😁😧😧

    BalasHapus