Cari Blog Ini

Kamis, 31 Januari 2019

Jangan Menyimpan Dendam


Oleh: Gita FU

Saya ini aslinya mudah baper, alias terbawa perasaan. Melihat anak kucing mengeong mencari induknya yang telah mati, saya ikut mewek. Menonton berita bencana alam, saya ikut menitikkan air mata. Mendengarkan seseorang curhat drama kehidupannya, saya bisa ikut geregetan. Ya, meskipun   saya berusaha menyembunyikannya dari mata orang lain, sih.

Dan sekarang saya sedang baper gara-gara JasmineElektrik, grup band indie yang belum lama ini merilis single terbaru berjudul 'Ibu'. Ya Allah, ini topik   sensitif. Karena saya jadi terkenang ibu  sendiri yang jauh di mata! Oh, ibu, maafkan anakmu ini yang sering mengucapkan selamat hari Ibu, tapi tetap belum bisa berbakti  penuh kepadamu.

Baiklah, saya ingin berbagi cerita mengenai sosok ibu dalam hidup saya. Selain ibu yang melahirkan saya ke dunia, ada seorang wanita lain yang saya hormati  peranannya. Beliau adalah Bu Suparmiyati, Mbah mertua saya. 

Begini cerita singkatnya. Semasa bayi karena satu dan lain hal, suami saya dibawa untuk dibesarkan oleh Mbah putrinya. Ibu kandungnya sendiri masih ada, namun sedang menghadapi kondisi yang sulit saat itu. Karena dirawat sejak berumur tiga bulan   maka suami saya kadung menyebut 'Ibu' dan 'Bapak' kepada Mbah Putri dan  Mbah kakung. Sedangkan kepada ibu kandungnya sendiri ia memanggil 'Mamak'. Otomatis setelah kami menikah, saya pun terbawa menyebut 'Ibu' kepada Mbah mertua putri.

Jika saya ingat kembali, betapa selepas menikah (th. 2006) saya telah mendesak suami untuk langsung misah dari ibu-bapaknya. Sebab saya  tidak ingin  masalah rumah tangga kami dicampuri orang tua maupun mertua. Namun suami menolak tegas. Alasan utama karena  merasa kasihan meninggalkan kedua orang sepuh itu begitu saja. Alasan lainnya adalah agar saya belajar dulu cara menata rumah tangga pada mereka.  Mau tak mau saya menurut, walaupun dalam hati merasa sebal.

Dalam perjalanan rumah tangga kami, alasan kedua yang pernah diajukan suami menjadi kenyataan. Saya benar-benar belajar dari Ibu; mulai urusan memasak, berbenah, hingga cara meladeni suami. Termasuk  soal bagaimana membuat segelas kopi yang enak.

Saya hamil anak pertama tak lama berselang.  Mual dan muntah saya alami hingga trimester kedua. Ibu merawat saya, menyediakan ember untuk tempat muntah  di kamar; sesekali beliau membersihkan ember itu jika dilihatnya saya tengah kepayahan. Ibu   sering membuatkan segelas teh manis hangat, atau air gula asam yang segar untuk meredakan mual saya. Beliau pun tak pernah membebani saya dengan pekerjaan rumah tangga, meskipun sekadar menyapu. Pendek kata, perlakuan dan perhatian  beliau ke saya benar-benar selayaknya seorang ibu kepada anak kandungnya.

Tekad Untuk Memutus Keburukan

Ibu pernah menceritakan masa lalunya. Beliau tak ingat  rupa orang tua kandungnya, karena diadopsi semenjak bayi. Ayah dan ibu angkatnya berbeda karakter dalam membesarkannya; ayah penuh dengan kasih dan kelembutan, sedangkan ibunya keras dan mengekang. 

Lalu setelah menikah dan tinggal serumah dengan orang tua suaminya, ia dapati ibu mertuanya galak bukan kepalang. Ibu kerap diperlakukan seperti pembantu. Dan ironisnya hal tersebut berlangsung di bawah hidung suami serta ayah mertuanya. Saya sering merasa gemas kala mendengar kisah ibu.

Karena sering menerima perlakuan keras itulah ibu berjanji pada dirinya, besok kalau punya menantu perempuan bakal disayangi seperti anak sendiri. Ya Allah, saya terpana. Rupanya itu sebabnya beliau menyayangi saya bagai anak kandung. Di luar fakta bahwa sebenarnya saya ini cucu menantu beliau, ya. Betapa beruntungnya saya.

Ibu bertutur lagi, tak baik berlarut-larut menyimpan dendam. Peristiwa buruk yang sudah lewat ya biarkan saja. Yang penting jangan diulangi supaya anak cucu kita tidak kena getahnya. Saya langsung beristighfar dalam hati. Nasihat ini begitu dalam, sesuai dengan yang saya alami. Telah lama saya menyimpan kekecewaan besar pada orang tua sendiri. Ada banyak hal yang tak bisa saya sebutkan di sini, yang jelas dampaknya merenggangkan ikatan saya dengan mereka. 

Boleh jadi ibu mengucapkan nasihat tersebut dilambari doa nan tulus, sehingga merasuk ke kalbu  saya. Perlahan-lahan saya mengurai simpul amarah dan kecewa saya. Kini di usia pernikahan yang memasuki tahun ke-13, hubungan saya dengan orang tua telah membaik. 



Kasih Sayang Ibu Tak Terbantahkan Waktu

Si sulung Farhan lahir prematur lewat persalinan Caesar di tahun 2007. Sepulang dari rumah sakit saya menjadi pasien di rumah. Ibulah yang merawat saya dengan tak kenal lelah. Jika perempuan lain memanggil dukun pijat untuk bayi mereka hingga 40 hari, saya tidak. Ada ibu yang merawat bayi Farhan setiap hari.

Saat kelahiran anak kedua tahun 2012, kami sudah misah rumah dengan bapak-ibu mertua. Namun ibu sama sekali tak keberatan datang, saat kami mintai tolong merawat bayi Hanna. Meskipun tidak nyaris 24 jam seperti si sulung, perhatian dan rasa sayang ibu tak berkurang untuk Hanna.

Bulan Agustus tahun 2017 adalah momen duka cita untuk ibu.  Ibu kehilangan pasangan hidup yang telah menemaninya puluhan tahun. Tak tega melihat ibu tinggal seorang diri di Sokaraja (Banyumas), kami mengajak beliau ikut tinggal bersama di Cilacap. 

Bulan September tahun 2018 anak ketiga kami lahir. Segala puji bagi Allah, ibu masih berkesempatan melihat dan momong si bayi. Walaupun kekuatan fisiknya telah mundur, ibu tetap gembira meladeni ocehan si kecil. Bahkan ibu masih kuat menggendong buyutnya ini, di usia 77 tahun!

Sungguh, Ibu telah menjelma sosok penting dalam hidup saya. Darinya saya belajar ketulusan, kasih sayang, dan semangat hidup. Semuanya menjadi bahan bakar yang kembali memantik gairah hidup saya, di hari-hari paling gelap sekalipun. Terima kasih ibu, tulisan ini saya dedikasikan untukmu. (*)

Cilacap, 310119

#JasmineElektrikCeritaIbu




5 komentar:

  1. uhukk..mengharu biru. kayak belum tua ya, padahal kan itu simbahnya suami ya...hmmmm

    BalasHapus
  2. Bangganya jika punya anak yang selalu bangga pada ibunya.

    BalasHapus
  3. Bangganya jika punya anak yang selalu bangga pada ibunya.

    BalasHapus