Cari Blog Ini

Senin, 04 Februari 2019

[Ragam] Mari Mengkaji Pustaka


Oleh: Gita FU

Hari Minggu tanggal 3 Februari, kami sekeluarga pergi refreshing murah meriah ke pantai Teluk Penyu. Setelah anak-anak puas bermain, suami mengajak pulang. Tapi saya berhasil membujuknya untuk tinggal lebih lama. Ada satu tujuan lagi yang ingin saya tunjukkan, terutama pada Farhan dan Hanna. Yaitu sebuah lapak komunitas literasi di Cilacap: Mengkaji Pustaka.

Nama yang unik ini sempat menimbulkan tanda tanya di benak saya, komunitas apakah gerangan? Ternyata setelah dekat barulah kami tahu, itu adalah perpustakaan jalanan. Mengambil lokasi di pinggir lapangan voli pantai, kami melihat buku-buku digelar di atas tikar. Sebagian besar buku sastra, sisanya novel populer, komik, dan buku cerita anak. Jika melihat sekilas orang-orang bakal mengira buku-buku itu dijual. Namun sebuah banner yang berdiri tegak di sebelah lapak menegaskan, 'Silahkan Baca Buku! Gratis!'.

Saya pun berkenalan dengan dua penjaga lapak, Mas Nevvin dan Mbak Fitri. Mas Nevvin bilang, mereka menggelar lapak sejak pukul 07.30. Lapak akan ditutup saat dirasa kondisi sudah tidak kondusif. Saya menyimpulkan, mungkin maksudnya pengunjung sepi, atau turun hujan, atau cuaca terik membara, atau semut merah menyerang, eh. Yang terakhir itu benar, loh! Di bawah lapak mereka banyak ditemukan lobang-lobang sarang semut merah--gigitannya terasa panas dan perih!


Mengkaji Pustaka
Hanna sedang membaca salah satu novel anak.


Sementara Farhan, Hanna, dan suami membaca buku pilihan masing-masing, saya mengobrol bergantian dengan Mas Nevvin dan Mbak Fitri. Saya penasaran ingin tahu lebih banyak tentang komunitas ini.

Selayang Pandang Mengkaji Pustaka

Semua dimulai dari keresahan dan kegelisahan Mas Nevvin dan Mas Trias. Dua pemuda ini pernah merasakan kedekatan dengan kehidupan jalanan. Sehingga mereka berpendapat betapa pentingnya arti pendidikan untuk semua kalangan. Pendidikan yang bertujuan meraup ilmu pengetahuan bukan hanya di sekolah formal, melainkan di mana saja. Dapat menjangkau siapa saja tanpa sekat usia, status sosial, suku, agama, ras, dan pilihan politik (ehem!). Maka mereka pun merumuskan ide pembentukan komunitas berbasis literasi. Sebuah perpustakaan dengan konsep terbuka  tak perlu ruangan formal, alias berdiri di ruang publik, resmi beroperasi sejak 23 Juni 2017.

Kenapa dinamakan Mengkaji Pustaka? Karena menurut mereka, bacaan apapun yang kita dapat hendaknya dikaji lebih lanjut, agar manfaatnya maksimal bagi pengembangan diri sendiri, dan lingkungan. Buku-buku koleksi mereka awalnya berasal dari koleksi pribadi. Seiring waktu, mereka mendapatkan tambahan koleksi dari donasi perseorangan, maupun sekolah dan komunitas lain. Sehingga pilihan bacaannya kini variatif.

Pada awalnya rutinitas menggelar lapak baca jatuh pada malam Minggu. Namun menurut Mas Nevvin, lama kelamaan jadwal semacam ini malah membuat mereka tidak fleksibel. Sehingga kini gelar lapak bisa juga di hari lain. Yang penting sebelum kegiatan mereka pastikan untuk mempublikasikan flyer lewat media sosial, dan belakangan di forum literasi Cilacap.


Foto kegiatan diambil dari akun Instagram komunitas ini.


Tempat untuk menggelar lapak pun berganti-ganti, melihat situasi dan kondisi. Walaupun demikian, ada tiga tempat yang sering mereka pakai; yaitu: pinggir lapangan voli pantai di Teluk Penyu, di bawah pohon beringin samping lapas alun-alun Cilacap, dan di samping pos Halilintar alun-alun Cilacap/ berseberangan dengan toko Laris.

Selama berkegiatan Mas Nevvin menyatakan ada beberapa kendala yang mereka hadapi. Antara lain: terbatasnya ruang publik untuk area membaca, dan rendahnya kesadaran literasi masyarakat; buku yang mereka gelar sering dikira untuk diperjualbelikan, padahal sudah ada keterangan pada banner. Ya, begitulah Mas, i feel you untuk kendala yang satu itu.

Selain mengobrol dengan Mas Nevvin, saya sempat bercakap-cakap dengan mbak Fitri yang imut. Menurutnya, jumlah relawan Mengkaji Pustaka yang on the spot tidak bisa dipastikan. Hal tersebut disebabkan sebagian besar adalah anak kuliah, atau karyawan tetap. Dirinya sendiri  baru bisa membantu ketika sedang libur kuliah dari kampusnya di IKJ. Wow, luar biasa. Berarti dedikasi Mas Nevvin dan Mas Trias sungguh kuat, ya! Terbayang waktu, dan tenaga yang harus dicurahkan demi terus berjalannya komunitas.

Di akhir obrolan saya dan anak-anak meminjam tiga buku untuk dibaca di rumah. Sebab  belum selesai baca di tempat, gerimis mulai menitik, sehingga mau tak mau kami harus segera pulang. Oh iya, kegiatan komunitas ini bisa diikuti melalui FB: Mengkaji Pustaka, dan Instagram: @mengkaji_pustaka.

Demikianlah perkenalan kita dengan salah satu komunitas literasi di Cilacap. Sampai jumpa di liputan berikutnya. Salam! (*)


Cilacap, 040219



6 komentar: