Cari Blog Ini

Selasa, 05 Maret 2019

Dia Farhan


Oleh: Gita FU


Ada saat di mana saya merasa ingin 'meletus' kala menghadapi si sulung, Farhan. Anak laki-laki yang tahun ini insyaallah berumur 12 tahun ini makin kerap menguji batas kesabaran saya.

Dimulai dari hal kecil semacam menjaga kebersihan dirinya sendiri, dia sering abai. Saya, suami atau Simbah sering menjadi sempritan agar dia ingat waktu, ya ibadah, ya makan, ya main, ya mandi. Belum lagi soal inisiatifnya membantu meringankan pekerjaan di rumah, harus dikomando berulang-ulang baru mau bergerak. Pun kepemimpinan terhadap adik-adiknya sering bikin geregetan, ini mana yang kakak mana yang adik, sih?

Di luar itu, dia juga makin berani melanggar aturan rumah. Saya nyaris frustasi soal ini. Entah bagaimana berulangkali ditegur, dimarahi dari level halus hingga keras, dia masih saja curi-curi kesempatan untuk melanggar. Contohnya main play station. Mengingat dia sudah kelas 6 dan dekat lagi ujian tentu saja kami selaku ortu wanti-wanti melarangnya ke tempat sewa PS. Tapi memang kuasa permainan dan lingkungan barangkali, ya, sehingga Farhan takluk.

Lama saya merenung perkara sulung kami ini, mengapa bisa begitu? Atau jangan-jangan selama ini kami sudah terlalu keras padanya? Terlalu besar menaruh harapan di pundaknya? Tapi bukankah sebagian besar orang tua pun demikian? Atau karena kami membandingkan Farhan dengan anak lain?

Lalu pagi tadi saya temukan sebuah nasihat yang menyentuh hati saya. Nasihat tentang anak pertama:



Sumber: ig @tipsmpasibayi

Ya Allah, betapa malunya  saya. Benarlah yang sering dinasihatkan Simbah, "Anak mbarep kuwe urip-uripan. Bisa urip be wis Alhamdulillah. Cobaane gede, selalune nggoda atine wong tuwane. Ning kudu bisa sabar." Intinya, hendaknya orang tua jangan terlalu keras pada anak sulung, karena dialah percobaan pertama kali. Sebagai orang tua harus bisa sabar menghadapinya.

Seketika kenangan sejak masa kehamilan hingga persalinan Farhan, muncul di ruang benak saya. Rasa bahagia yang muncul saat bisa memberinya ASI pertama di tengah sakit pasca operasi Caesar. Ingatan kala mengajarinya berjalan. Pikiran bahagia ketika menyuapi Farhan. Semuanya muncul ....

Momen bersama Farhan 


Seketika mata saya basah. Dia Farhan, anak pertama yang membuat saya menjadi ibu. I Love him now and then, no matter what. (*)

Cilacap, 050319

8 komentar:

  1. Bikin mewek. Kok kaya baca ceritaku sendiri di masa depan ya.. BU..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hiks
      Tapi ntar pertarunganmu mungkin beda denganku, Wen

      Hapus
  2. Iya mungkin, Bu. Kalau aku mikirnya anak pertama yang paling nrima

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soal nriman Iya, Wen. Itu plusnya si sulung.

      Hapus
  3. Sulungku juga nguji kesabaran banget. Sering tantrum yang membuat saya keluar tanduk. Ini juga masih cari cari solusi gimana caranya biar nggak sering sering tantrum. Hiks... Mas farhan keknya udah beranjak abg. Mungkin lagi perubahan hormon, mbk...hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak Arum, sempet kepikiran juga soal masuk masa puber.
      Wah, tantrum ya? Sepertinya kupernah baca juga soal itu. Tapi memang solusi tiap anak berbeda-beda

      Hapus
  4. Ahhh.... Sedih... 😭😭😭 saya juga ke anak pertama ya sering marah, sering cubit karena habis sabar. Ya Allah. Semoga dia gak dendam saya saya.. 😅

    BalasHapus